BERITA TERKINI

Abu Saba: TikTok Bisa Jadi Ladang Dosa, Bijaklah Bermedia Sosial


ACEH | PASESATU.COM
  Tokoh masyarakat Aceh yang saat ini bermukim di Malaysia, Tgk. Nazaruddin atau yang akrab disapa Abu Saba, mengimbau generasi muda Aceh untuk lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial, khususnya platform TikTok yang kian populer di kalangan remaja dan dewasa muda.

Menurutnya, media sosial dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai positif, termasuk dakwah dan edukasi. Namun di sisi lain, apabila digunakan secara sembarangan tanpa etika dan kesadaran moral, media sosial juga dapat menjadi sumber kerusakan akhlak, penyebaran konten yang bertentangan dengan ajaran agama, hingga memicu persoalan hukum.

“Bijaklah dalam bermedia sosial. Jangan asal memviralkan sesuatu tanpa berpikir panjang. Akibatnya bisa fatal merusak reputasi, melanggar privasi, memicu konflik sosial, bahkan berujung pada proses hukum,” ujar Abu Saba saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Jumat malam, 1 Agustus 2025.

Ia menekankan bahwa kebebasan berekspresi di ruang digital tetap harus berada dalam koridor etika, moral, serta norma hukum yang berlaku di Indonesia dan khususnya di Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam.

“Gunakan media sosial sebagai ladang amal, bukan sarang dosa. Jangan sampai teknologi yang seharusnya dimanfaatkan untuk kebaikan justru menjadi jalan menuju kemaksiatan,” tambahnya.

Dalam kesempatan tersebut, Abu Saba turut mengutip nasihat ulama kharismatik asal Yaman, Habib Umar bin Hafidz:

"Media sosial tidak akan pernah merusak kita, kecuali orang yang sudah rusak di dalam hatinya. Orang yang bersih hatinya, akan terkontrol anggota badannya, lebih tertib perbuatannya. Maka dia tidak akan menggunakan media sosial kecuali untuk kebaikan."

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, pemahaman keagamaan masyarakat terutama generasi muda semakin dipengaruhi oleh konten digital yang beredar luas di berbagai platform, termasuk TikTok, YouTube, dan Instagram. Fenomena ini menuntut penguatan literasi digital berbasis nilai-nilai Islam agar masyarakat tidak terjebak dalam konten yang bersifat menyesatkan, provokatif, atau bertentangan dengan prinsip syariat.

Dalam konteks Aceh sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menjalankan syariat Islam secara formal, peran pemerintah daerah, lembaga pendidikan, tokoh agama, dan keluarga sangat penting dalam mendampingi generasi muda menghadapi tantangan dunia digital.

Abu Saba menggarisbawahi bahwa pengawasan terhadap aktivitas daring bukan untuk membatasi kreativitas, melainkan untuk menjaga marwah keislaman serta kehormatan pribadi dan kolektif masyarakat Aceh.

Untuk diketahui, penggunaan media sosial di Indonesia secara umum diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Beberapa ketentuan penting dalam UU ITE antara lain:

  • Pasal 27 melarang distribusi konten bermuatan kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, dan ancaman.
  • Pasal 28 mengatur larangan penyebaran informasi bohong (hoaks) dan ujaran kebencian berdasarkan SARA.
  • Pelanggaran atas ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana dan denda sesuai ketentuan perundang-undangan.

Sementara itu, dalam konteks Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, berlaku juga:

  • Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam, yang menegaskan pentingnya pelaksanaan nilai-nilai keislaman di semua lini kehidupan, termasuk dalam penyiaran dan media sosial.
  • Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, yang mengatur sanksi terhadap perbuatan melanggar syariat seperti pelecehan seksual, khalwat, ikhtilat, dan penyebaran konten maksiat secara daring.

Dengan demikian, masyarakat Aceh dibuntuti untuk tidak hanya memahami regulasi nasional terkait dunia digital, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam dalam setiap aktivitas bermedia sosial. Penyebaran konten yang melanggar norma agama dan hukum dapat dikenai sanksi pidana baik secara nasional maupun berdasarkan hukum jinayat di Aceh.(*) 

Editor: Syahrul Usman