BERITA TERKINI

Pedagang Makanan Kecil Bertahan di Tengah Lonjakan Harga Cabai Merah


ACEH UTARA | PASESATU.COM
– Lonjakan harga cabai merah hingga Rp80 ribu per kilogram di Kota Panton Labu, Aceh Utara, bukan hanya sekadar angka di pasar. Kenaikan tajam ini telah menjadi beban berat bagi para pedagang makanan kecil yang setiap hari bergantung pada bumbu dapur tersebut.

Nurmaina (30), penjual lontong sayur dan mie calok di Jalan Tgk Chik Di Tunong, menghela napas panjang ketika ditanya soal harga cabai. Ia bercerita bagaimana sulitnya menjaga dagangan tetap laku di tengah melonjaknya biaya produksi.

“Kalau harga cabai naik, kami serba salah. Naikkan harga makanan, takut pelanggan lari. Tidak dinaikkan, kami yang rugi. Akhirnya, terpaksa sedikit mengurangi cabai dalam masakan,” ujarnya dengan wajah cemas.

Bagi Nurmaina, cabai bukan sekadar pelengkap, melainkan jiwa dari cita rasa masakan. “Kalau sambal tidak pedas, rasanya bukan lagi lontong sayur yang biasa pelanggan cari,” katanya pelan.

Kondisi serupa dialami Abdul Rahman (50), pedagang nasi di Jalan Tgk Chik Di Tiro. Ia mengaku tetap mempertahankan rasa meski keuntungan semakin tipis.

“Kami tidak mungkin kurangi bumbu. Kalau rasa berubah, pelanggan kecewa. Jadi ya, bertahan saja sambil berharap harga kembali normal,” tuturnya.

Di balik meja jualan, para pedagang kecil ini terus berjuang menutupi biaya yang kian menekan. Mereka tahu, pelanggan datang bukan hanya karena lapar, tetapi juga karena rasa yang tak tergantikan.

Harun, pedagang cabai di Pasar Panton Labu, menjelaskan bahwa kenaikan harga terjadi karena pasokan berkurang. “Setelah kemarau panjang, stok masih minim. Kalau tidak ada tambahan dari luar daerah, harga bisa makin naik,” katanya.

Ratna (35), seorang ibu rumah tangga, turut merasakan dampaknya. “Awal minggu lalu Rp50 ribu, naik jadi Rp70 ribu, sekarang Rp80 ribu. Kalau begini terus, keuangan keluarga bisa berantakan,” keluhnya.

Bagi pedagang makanan kecil, kenaikan harga cabai bukan sekadar masalah dagang, melainkan soal keberlangsungan hidup. “Kami butuh cabai setiap hari. Kalau terus mahal, usaha kecil seperti kami bisa habis,” ujar Nurmaina, suaranya bergetar.

Di tengah keresahan itu, mereka hanya bisa berharap pemerintah hadir dengan solusi nyata agar harga kebutuhan pokok kembali stabil, dan dapur kecil mereka tetap bisa mengepul.(*) 


Editor : Syahrul Usman