Abiya Jeunieb dan Masyarakat Aceh Kutuk Konten TikTok yang Dinilai Langgar Syariat Islam
![]() |
Abiya Jeunieb (Kiri), Abu Saba(Tengah) dan Tgk Zakaria (Kanan). Foto Dok Ist |
BANDA ACEH | PASESATU.COM — Sejumlah ulama dan tokoh masyarakat Aceh menyampaikan keprihatinan dan kecaman keras terhadap maraknya konten media sosial, khususnya di platform TikTok, yang dinilai mencederai nilai-nilai syariat Islam yang telah menjadi dasar kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh.
Konten-konten tersebut dinilai tidak hanya meresahkan, tetapi juga berpotensi mendorong pelanggaran terhadap norma kesusilaan yang telah diatur dalam Qanun Syariat Islam. Para tokoh pun meminta aparat penegak hukum syariat, yakni Wilayatul Hisbah (WH), untuk segera bertindak.
Ulama muda Aceh, Abiya Jeunieb, menyatakan bahwa fenomena tersebut sudah sangat meresahkan. Ia menyebut bahwa beberapa pengguna TikTok di Aceh menampilkan konten yang mengarah pada unsur-unsur pornoaksi dan tidak mencerminkan identitas daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
“Ini sudah sangat meresahkan karena sudah menjurus ke pornoaksi yang secara terang-terangan dipertontonkan kepada publik,” ujar Abiya Jeunieb, Sabtu (19/7/2025).
Abiya menegaskan bahwa pihak berwenang, khususnya aparat penegakan syariat Islam di Aceh, dalam hal ini Wilayatul Hisbah (WH), harus bertindak tegas sesuai dengan Qanun Syariat Islam yang berlaku.
“Kalau tidak ditindak secara serius dan tidak ada langkah konkret dari aparat penegak syariat serta partisipasi aktif masyarakat, maka hal ini akan menjadi fenomena yang makin meluas. Nanti akan lebih banyak lagi pengguna TikTok dari Aceh yang membuat konten serupa,” lanjut Abiya.
Ia menekankan bahwa WH Aceh memiliki tanggung jawab penuh dalam menegakkan aturan sesuai dengan Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam, serta qanun terkait lainnya yang mengatur tentang ketertiban umum dan pelanggaran kesusilaan.
Abu Saba, tokoh masyarakat, juga menyampaikan keprihatinan serupa. Ia menilai media sosial telah menjadi ruang bebas yang rawan disalahgunakan apabila tidak ada regulasi dan pengawasan.
“Media sosial seperti TikTok seharusnya digunakan untuk hal-hal yang mendidik dan membangun moralitas, bukan justru menampilkan hal-hal yang bertentangan dengan budaya dan nilai-nilai Islam di Aceh,” ucapnya.
Sementara itu, Tgk. Zakaria menambahkan bahwa peran keluarga dan pendidikan juga penting dalam mencegah generasi muda terjerumus ke dalam perilaku yang menyimpang dari syariat.
“Kami harap WH Aceh segera melakukan pemantauan aktif dan menindak setiap konten atau pelaku yang melanggar. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga menyangkut citra Aceh sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam,” ungkap Tgk. Zakaria.
Untuk diketahui, Qanun Syariat Islam di Aceh merupakan hukum yang berlaku secara khusus di wilayah Aceh, sebagai bagian dari pelaksanaan Otonomi Khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam implementasinya, WH berwenang menindak pelanggaran terhadap norma-norma yang diatur dalam Qanun tersebut.(*)