BERITA TERKINI

Revitalisasi PPI Kuala Cangkoi, Angin Segar bagi Perekonomian Pesisir Aceh Utara

PPI Kuala Cangkoy
Kondisi bangunan Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) Kuala Cangkoy yang dibangun pada tahun 2005 tampak memprihatinkan tanpa perawatan. Bangunan yang seharusnya menjadi pusat aktivitas perikanan kini terbengkalai dan tidak difungsikan sebagaimana mestinya.


ACEH UTARA | PASESATU.COM – Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) Kuala Cangkoi, yang terletak di Kecamatan Lapang, Aceh Utara, masih belum menunjukkan fungsi optimal meskipun pembangunannya telah dimulai lebih dari sepuluh tahun lalu. Kerusakan pada beberapa infrastruktur berdampak pada aktivitas nelayan dan proses distribusi hasil laut di kawasan pesisir tersebut.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh Utara, Syarifuddi, pengelolaan pelabuhan ini berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Provinsi Aceh, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah. Akibatnya, pemerintah kabupaten memiliki keterbatasan dalam melakukan pembenahan dan pengelolaan.

“PPI ini punya peran vital bagi masyarakat pesisir dan pelaku usaha perikanan. Namun karena wewenang ada di level provinsi, ruang gerak kami cukup terbatas,” ujar Syarifuddi, Senin (5/5/2025).

Sebagai solusi, Pemkab Aceh Utara tengah merancang proposal untuk pengalihan kewenangan pengelolaan PPI ke tingkat provinsi. Selain itu, pemerintah daerah juga membuka kemungkinan kemitraan dengan pihak swasta guna merealisasikan revitalisasi pelabuhan yang diperkirakan membutuhkan dana hingga Rp1 triliun.

“Kami terbuka untuk kerja sama dengan investor yang ingin berkontribusi dalam pengembangan pelabuhan ini,” tambahnya.


Pelabuhan ini berdiri di atas lahan seluas 18,2 hektare dan dirancang sebagai pusat pendaratan serta pengolahan ikan bagi kawasan pesisir Aceh Utara. Proyek pengembangan dimulai pada 2005 melalui kolaborasi antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, meliputi perencanaan induk, desain teknis, serta pembangunan infrastruktur pendukung.

Meski begitu, pelabuhan hingga kini belum mampu beroperasi secara maksimal. Salah satu hambatan utama adalah kedangkalan muara, yang mengganggu mobilitas kapal terutama pada saat air surut.

Pada tahun 2017, Pemkab Aceh Utara sempat menjalin nota kesepahaman dengan IGO Company, perusahaan asal Thailand, untuk membangun sektor perikanan ekspor. Namun kerja sama tersebut tidak membuahkan hasil yang nyata.

Adapun pada 2023, pembangunan jalan penghubung menuju Lhoksukon telah selesai berkat Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), sebagai hasil sinergi antara Komisi III DPRK Aceh Utara dan Dinas PUPR.

Pemerintah setempat menargetkan proses revitalisasi pelabuhan dapat rampung dalam kurun waktu 1–2 tahun, tergantung keberhasilan pengalihan kewenangan serta masuknya dukungan investasi. Diharapkan langkah ini mampu menggairahkan perekonomian lokal, membuka peluang kerja, dan memperkuat industri perikanan di wilayah tersebut.

Untuk diketahui, Pengelolaan PPI (Pelabuhan Perikanan) disebutkan secara eksplisit dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada pembagian urusan pemerintahan konkuren bidang kelautan dan perikanan:

Urusan pemerintahan bidang kelautan dan perikanan, sub-urusan pengelolaan pelabuhan perikanan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi untuk pelabuhan perikanan yang berada di lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi dan yang menjadi kewenangan provinsi, serta menjadi kewenangan Pemerintah Pusat untuk pelabuhan yang lintas provinsi atau berskala nasional.

Jadi, pengelolaan PPI bukan lagi menjadi kewenangan kabupaten/kota, melainkan telah dialihkan ke provinsi sesuai dengan klasifikasi wilayah dan skala kewenangannya .(*) 

ADVERTISEMENT
no