Polisi Bongkar Jaringan Penyebar Ajaran Menyimpang di Aceh Utara, Terafiliasi Millah Abraham
Kasus ini diungkap dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Aceh Utara pada Kamis (7/8/2025). Kapolres Aceh Utara, AKBP Trie Aprianto, S.H., M.H., memimpin langsung pemaparan kasus tersebut, didampingi oleh Bupati Aceh Utara, H. Ismail A. Jalil, SE, MM., serta Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara, Abu Manan.
Kapolres menjelaskan, para tersangka memiliki peran struktural dalam organisasi Millah Abraham. Identitas mereka yakni AA (48), warga Kota Medan, berperan sebagai Imam 1 sekaligus pembaiat; HA (60), warga Bireun, sebagai Imam 2; RH (39), warga Medan, sebagai Imam 4; ES (38), asal Jakarta, sebagai bendahara; NAJ (53), warga Lhoksukon, bertindak sebagai utusan kelompok; serta M (27), warga Bireun, yang berfungsi sebagai sekretaris.
"Dalam ajarannya, kelompok ini diketahui menyebarkan paham yang menyimpang dari ajaran Islam. Mereka meyakini bahwa Ahmad Musadeq adalah nabi ke-26 setelah Nabi Muhammad SAW, tidak mempercayai mukjizat Nabi Isa AS dan Nabi Musa AS, serta menyebut bahwa Nabi Adam dilahirkan dari seorang ibu dan memiliki ayah. Kelompok ini juga tidak mewajibkan salat lima waktu, serta tidak mengakui jumlah ayat Al-Qur’an sebanyak 6666 ayat seperti yang diyakini umat Islam, melainkan hanya mengakui 9236 ayat sesuai versi mereka sendiri," ujar AKBP Trie Aprianto.
Dari hasil penyelidikan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa buku dan dokumen terkait ajaran kelompok tersebut. Materi-materi itu diduga berpotensi menyesatkan akidah masyarakat dan menyimpang dari ajaran Islam yang dianut mayoritas warga Aceh.
Para tersangka kini menghadapi jerat hukum berdasarkan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah. Tepatnya, Pasal 18 ayat (1) dan (2) junto Pasal 7 ayat (1), (2), (3), dan (4). Ancaman sanksi meliputi hukuman cambuk antara 30 hingga 60 kali dan/atau pidana penjara maksimal lima tahun.
Kasat Reskrim Polres Aceh Utara, AKP Dr. Boestani, S.H., M.H., M.S.M., menyebutkan bahwa kelompok ini aktif merekrut anggota baru melalui pembinaan rutin serta membentuk jaringan utusan yang tersebar hampir di seluruh wilayah Aceh.
“Mereka secara terang-terangan menyatakan keluar dari Islam (murtad) dan menginterpretasikan isi Al-Qur’an berdasarkan tafsir versi kelompok. Mereka juga rutin melakukan kunjungan terhadap simpatisan yang telah mereka bentuk,” ujar Boestani.
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap penyebaran paham-paham yang berpotensi menyimpang dari ajaran agama yang sah. Bila menemukan aktivitas serupa, warga diminta segera melapor kepada aparat guna mencegah potensi gangguan terhadap ketertiban umum dan keutuhan akidah.(*)