BERITA TERKINI

Pesona Perhiasan Tradisional Khas Aceh: Warisan Budaya yang Sarat Makna

Sumber Foto: https://id.pinterest.com/

ACEH | PASESATU.COM 
– Aceh bukan hanya dikenal sebagai Serambi Mekkah dengan sejarah panjang dan keindahan alam yang memukau, tetapi juga sebagai rumah bagi beragam perhiasan tradisional yang menyimpan nilai estetika dan filosofi mendalam. Warisan budaya ini masih dikenakan dalam upacara adat dan pernikahan, memperkuat identitas dan kebanggaan masyarakat Aceh.

Dari mahkota berhias kaligrafi Islam hingga bros berhias permata, perhiasan khas Aceh merepresentasikan nilai-nilai religius, keindahan, dan status sosial. Berikut ini adalah deretan perhiasan tradisional Aceh yang memiliki keunikan masing-masing.

1. Subang Aceh (Subang Bungong Mata Uroe)


Subang Aceh merupakan anting-anting tradisional berbentuk seperti bunga matahari dengan kelopak tajam di ujungnya. Biasanya terbuat dari emas atau perak, subang ini memiliki diameter sekitar 6 cm.

Menurut laman La Culture Indo, bentuknya yang menyerupai matahari disebut “Bungong Mata Uroe”, melambangkan cahaya, kemuliaan, dan keagungan perempuan Aceh dalam masyarakat adatnya. 

2. Patam Dhoe


Perhiasan yang satu ini dikenakan di dahi, menyerupai mahkota kecil yang memiliki ukiran kaligrafi bertuliskan "Allah" dan "Muhammad". Umumnya terbuat dari emas murni atau perak yang dilapisi emas.

Sebagaimana dilansir Boss FM Jambi, Patam Dhoe merupakan simbol kesucian dan kehormatan wanita Aceh saat menghadiri prosesi sakral seperti akad nikah atau penyambutan tamu adat. 

3. Simplah


Dikenakan di dada, simplah terdiri dari 24 lempeng segi enam dan dua segi delapan, disusun memanjang dan dihubungkan oleh rantai. Setiap lempeng memiliki ukiran bunga serta daun, ditambah batu permata merah di bagian tengah.

Dalam artikel di TanohAceh.com, disebutkan bahwa simplah melambangkan kekayaan dan kehormatan. Ukiran bunganya merepresentasikan alam yang subur, sedangkan permata melambangkan kemakmuran. 

4. Culok Ok (Tusuk Konde)


Penghias sanggul yang dikenal dengan nama Culok Ok ini tersedia dalam empat jenis: bintang pecah, bungong keupula, bungong sunteng, dan ulat sangkadu. Perhiasan ini biasanya dipakai di bagian atas atau samping sanggul pengantin wanita.

Sumber dari GPS Wisata Indonesia menyatakan bahwa bentuk dan motif culok ok tidak hanya estetis, tetapi juga memiliki makna spiritual, seperti perlindungan dari gangguan energi negatif saat acara sakral berlangsung. 

5. Peuniti


Peuniti berfungsi sebagai peniti atau penyemat baju. Terbuat dari emas dan dihias dengan tiga motif utama: boh eungkot (butir telur ikan), pucuk pakis, dan bunga. Desainnya terinspirasi dari ornamen pintu rumah adat Aceh atau Pinto Aceh.

Menurut GalleryAceh, peuniti mencerminkan kerapian, kehormatan, dan tata cara berpakaian wanita Aceh yang sarat nilai tradisi dan kesantunan. 

6. Ayeum Gumbak


Tak hanya wanita, pria Aceh juga mengenakan perhiasan. Salah satunya adalah ayeum gumbak, yang diletakkan di bagian kanan tengkulok atau kupiah meukotop, yakni penutup kepala tradisional. Perhiasan ini terbuat dari emas atau perak berlapis emas dan sering kali dihiasi permata.

Dalam catatan Arts & Crafts Indonesia, ayeum gumbak dipakai pria saat pernikahan atau seremoni adat sebagai simbol kehormatan dan kesiapan menjadi kepala keluarga.

7. Keureusang


Keureusang merupakan bros mewah yang dipasang di bagian dada atau kerah pakaian. Berbentuk hati, terbuat dari emas, dan dihiasi 102 butir permata intan dan berlian. Panjangnya sekitar 10 cm dengan lebar 7,5 cm.

Menurut penulis Atika Puji dalam Good News From Indonesia, "Keureusang adalah simbol status sosial. Dahulu, hanya kaum bangsawan yang boleh mengenakannya dalam keseharian atau perayaan adat," tulisnya dalam artikel berjudul Uniknya Deretan Perhiasan Tradisional Khas Aceh (GNFI, 31 Juli 2019).

Sayangnya, beberapa perhiasan tersebut kini sulit ditemui karena minimnya pengrajin dan bahan baku yang mahal. Dalam sebuah tulisan di Steemit, pengguna @teukukhaidir mengungkapkan keprihatinannya: "Banyak perhiasan tradisional Aceh sudah langka di peredaran. Jika tidak dilestarikan, kita hanya akan mendengar namanya dari cerita nenek moyang" 

Perhiasan tradisional Aceh bukan hanya benda pemanis semata, melainkan penanda status, simbol spiritual, hingga identitas kultural yang berharga. Upaya pelestarian dari pemerintah daerah, budayawan, dan masyarakat adat sangat penting agar generasi mendatang tetap mengenal dan menghargai kekayaan budaya Aceh.

Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pelindungan dan pengembangan kekayaan budaya daerah merupakan tanggung jawab bersama seluruh warga negara Indonesia. Perhiasan khas Aceh adalah bagian dari itu—permata yang tak boleh padam sinarnya.(*) 

Disclaimer: Artikel dan foto di ambil dari berbagai sumber

Editor: Syahrul Usman