Ayahwa: Perdamaian Aceh Lahir dari Air Mata, Mari Kita Jaga Bersama
Font Terkecil
Font Terbesar
Kegiatan yang dimulai selepas salat Subuh berjemaah ini diikuti ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat. Zikir dipimpin oleh Imam Besar Masjid Baiturrahim Lhoksukon, Tgk. Jamaluddin Ismail (Walidi), sementara tausiah disampaikan oleh Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Tgk. H. Muhammad Ali (Abu Paya Pasi).
Acara tersebut turut dihadiri Bupati Aceh Utara Muhammad Ismail A. Jalil (Ayahwa), Wakil Bupati Tarmizi Panyang, Ketua MPU Aceh Utara Tgk. H. Abdul Manan (Abu Manan), Tgk. H. Muzakir (Waled Lapang), para kepala SKPK, camat, tokoh agama, dan unsur Forkopimda.
Dalam sambutannya, Bupati Ayahwa mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan 15 Agustus sebagai hari perenungan sejarah. Ia mengingatkan masa-masa sulit sebelum damai, ketika rasa takut membayangi kehidupan sehari-hari, aktivitas ekonomi lumpuh, pendidikan terhenti, dan banyak keluarga kehilangan orang yang mereka cintai.
“Dua puluh tahun lalu, MoU Helsinki menjadi titik balik sejarah Aceh. Ia bukan hanya dokumen perjanjian, melainkan janji suci yang lahir dari air mata dan pengorbanan rakyat,” ujar Ayahwa.
Ia menegaskan, peringatan ini harus menjadi pengingat untuk menjaga dan merawat perdamaian. Otonomi khusus Aceh, penghormatan terhadap kewenangan daerah, pemerataan pembangunan, serta persaudaraan antarwarga adalah fondasi agar damai tetap langgeng.
Bupati juga mengajak semua pihak untuk mendoakan para pejuang yang telah wafat, memperhatikan anak-anak yatim korban konflik, serta merangkul para penyintas yang masih menyimpan trauma.
“Perdamaian adalah warisan paling berharga yang harus kita teruskan kepada anak cucu, agar mereka memahami betapa mahalnya hidup dalam suasana aman,” katanya.
Ayahwa menambahkan, peringatan dua dekade damai ini menjadi lebih bermakna karena bertepatan dengan HUT ke-80 Republik Indonesia. Menurutnya, momentum ini menguatkan tekad seluruh komponen masyarakat untuk menjaga persatuan, mempercepat pembangunan, dan memastikan semangat kemerdekaan selaras dengan semangat perdamaian.
“Perdamaian adalah amanah. Agar bertahan, ia harus dirawat dengan sepenuh hati. Mari kita jadikan momentum ini sebagai penggerak untuk menuntaskan seluruh butir MoU Helsinki yang belum terpenuhi, memperkuat kerja sama antara pusat dan daerah, serta menghadirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat Aceh,” tutup Ayahwa.(*)