BERITA TERKINI

Warga Nibong Kembalikan Bantuan PGE: Simbol Kekecewaan atas Minimnya Kepedulian Sosial


ACEH UTARA | PASESATU.COM
  - Aksi spontan dilakukan warga Kecamatan Nibong, Aceh Utara, sebagai bentuk kekecewaan terhadap bantuan pascabencana dari PT Pema Global Energi (PGE). Puluhan warga yang tinggal di sekitar wilayah operasi perusahaan migas tersebut memutuskan mengembalikan bantuan yang mereka anggap tidak layak: hanya dua butir telur untuk satu kepala keluarga.

Peristiwa ini berlangsung Senin siang (14/7/2025), tepat di depan pintu masuk fasilitas operasional PGE. Warga meletakkan kembali paket bantuan yang sebelumnya diterima, sebagai bentuk protes terhadap perusahaan yang dinilai tidak menghargai penderitaan mereka usai diterpa angin kencang beberapa hari lalu.

“Kami tidak meminta bantuan mewah, tapi apa artinya dua butir telur setelah rumah kami rusak? Ini seperti merendahkan kami,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Kritik Tajam: “Jika Tak Peduli, Tinggalkan Saja Aceh Utara”

Ketua Satgas Percepatan Pembangunan Aceh (PPA) Kabupaten Aceh Utara, Tri Nugroho, mengecam keras tindakan PGE yang menurutnya mencerminkan rendahnya rasa empati terhadap masyarakat sekitar.

“Jika perusahaan besar seperti PGE tidak mampu menunjukkan rasa kemanusiaan di saat warga menderita, lebih baik tinggalkan saja daerah ini. Jangan hanya hadir untuk mengambil, lalu menghilang saat rakyat kesusahan,” tegas Tri dalam pernyataan resminya.

Ia juga menyoroti lambatnya respon PGE serta minimnya cakupan bantuan yang diberikan. Menurutnya, tanggung jawab sosial tidak boleh sebatas formalitas, melainkan harus menjadi bagian dari komitmen moral perusahaan terhadap masyarakat sekitar.

Objek Vital Nasional yang Dinilai Abai

Sebagai perusahaan yang masuk dalam kategori Objek Vital Nasional, publik mempertanyakan komitmen sosial PGE. Harapan warga bahwa perusahaan akan bertindak cepat dan tanggap justru dibalas dengan bantuan yang dinilai “tidak pantas”.

“Ini bukan pertama kalinya kami merasa diabaikan,” ujar seorang aktivis lingkungan lokal. “Program CSR yang dilakukan lebih sering bersifat seremonial, bukan solusi nyata terhadap kerusakan lingkungan atau dampak sosial yang terjadi akibat eksploitasi migas.”

Tuntutan Warga: Butuh Pendekatan yang Lebih Manusiawi

Aksi pengembalian bantuan ini, menurut tokoh masyarakat setempat, menjadi bentuk perlawanan terhadap praktik tanggung jawab sosial yang tidak menyentuh akar persoalan. Mereka menuntut adanya evaluasi serius terhadap pendekatan perusahaan dalam menangani masyarakat lingkar tambang.

“Kami butuh empati, bukan basa-basi. Jangan anggap kami hanya angka di laporan CSR,” ucap seorang warga lain.

Warga berharap, insiden ini menjadi momentum refleksi bagi PGE untuk memperbaiki hubungan sosialnya dengan masyarakat. Jika perusahaan tetap mengedepankan pendekatan simbolik dalam menyikapi krisis, maka kepercayaan masyarakat akan terus tergerus.(*) 

Editor: Syahrul Usman