BERITA TERKINI

Kemiskinan di Aceh Utara Turun Tahun 2024, Tapi Ketimpangan Sosial Masih Meningkat

Kemiskinan di Aceh Utara Turun Tahun 2024, Tapi Ketimpangan Sosial Masih Meningkat
Kantor Bupati Aceh Utara. Dok Ist

ACEH UTARA | PASESATU.COM — Angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara menunjukkan tren menurun pada tahun 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 1 Agustus 2024, persentase penduduk miskin turun menjadi 16,11 persen, dibandingkan 16,64 persen pada tahun 2023. Penurunan sebesar 0,53 poin persentase ini mencerminkan hasil dari upaya bersama pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan di daerah tersebut.

Dari sisi jumlah, penduduk miskin pada tahun 2024 mencapai 104,49 ribu jiwa, berkurang sekitar 2,28 ribu jiwa dari tahun sebelumnya yang tercatat 106,77 ribu jiwa. Penurunan ini menjadi sinyal positif dalam pembangunan sosial dan ekonomi daerah, namun juga menyimpan ironi yang cukup mencolok: kesenjangan pengeluaran dan tingkat keparahan kemiskinan justru meningkat.

Garis Kemiskinan Naik 4,26 Persen

Salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan adalah Garis Kemiskinan. Pada 2024, BPS mencatat garis kemiskinan di Aceh Utara sebesar Rp 473.719 per kapita per bulan, naik 4,26 persen dari tahun sebelumnya yang berada pada angka Rp 454.361. Artinya, kebutuhan dasar masyarakat — baik makanan maupun nonmakanan — semakin mahal, sehingga warga yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan sangat rentan untuk kembali jatuh miskin.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan dua komponen utama: Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKBM). GKM mencerminkan kebutuhan kalori minimal sebesar 2.100 kkal per kapita per hari, sementara GKBM mencakup kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sandang.

Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Naik

Yang cukup mengkhawatirkan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) justru meningkat tajam. P1 naik dari 2,16 persen menjadi 2,78 persen, sedangkan P2 naik dari 0,42 persen menjadi 0,70 persen.

Indeks P1 mengukur seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin berada di bawah garis kemiskinan. Semakin tinggi angka ini, semakin jauh jarak warga miskin dari batas pengeluaran minimum yang layak. Sementara itu, P2 menggambarkan ketimpangan di antara penduduk miskin itu sendiri. Kenaikan kedua indeks ini mencerminkan ketimpangan yang makin tajam, meskipun jumlah penduduk miskin secara absolut menurun.

Perjalanan Angka Kemiskinan 2018–2024

Dalam rentang waktu tujuh tahun terakhir, kemiskinan di Aceh Utara mengalami fluktuasi. Data BPS mencatat:

  • 2018: 18,27%
  • 2019: 17,39%
  • 2020: 17,02%
  • 2021: 17,43% (naik karena dampak pandemi)
  • 2022: 16,86%
  • 2023: 16,64%
  • 2024: 16,11%

Kenaikan pada tahun 2021 merupakan akibat dari dampak pandemi COVID-19, yang memukul sektor ekonomi dan menyebabkan banyak rumah tangga jatuh ke dalam kemiskinan. Namun, dengan mulai pulihnya kegiatan ekonomi dan semakin masifnya vaksinasi, angka kemiskinan perlahan menurun kembali sejak tahun 2022.

Peringkat Aceh Utara di Tingkat Provinsi

Dibandingkan kabupaten/kota lain di Aceh, Aceh Utara masih berada di peringkat ke-10 dari 23 daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Beberapa daerah dengan persentase lebih tinggi antara lain Simeulue (17,69%), Pidie (18,59%), dan Gayo Lues (18,30%). Sementara itu, Kota Banda Aceh mencatat angka terendah yaitu hanya 6,95 persen.

Namun, dari segi jumlah penduduk miskin secara absolut, Aceh Utara tetap menjadi salah satu yang terbesar karena memiliki populasi yang besar.

Perbandingan Garis Kemiskinan antar Kabupaten/Kota

Garis kemiskinan di Aceh Utara tergolong rendah dibandingkan beberapa wilayah lain di Aceh. Sebagai contoh:

  • Kota Banda Aceh: Rp 862.944/kapita/bulan
  • Aceh Barat: Rp 644.009
  • Aceh Tengah: Rp 626.090
  • Aceh Utara: Rp 473.719

Garis kemiskinan yang rendah di Aceh Utara dapat disebabkan oleh biaya hidup yang juga relatif lebih rendah, namun hal ini tidak otomatis berarti kondisi kesejahteraan masyarakat lebih baik. Sebaliknya, justru menggambarkan rendahnya daya beli masyarakat secara umum.

Upaya Pengentasan Kemiskinan Masih Perlu Penguatan

Meskipun data menunjukkan penurunan angka kemiskinan, BPS mengingatkan bahwa indikator kedalaman dan keparahan kemiskinan tidak bisa diabaikan. Program pengentasan kemiskinan harus difokuskan tidak hanya pada jumlah penerima bantuan sosial, tetapi juga memperhatikan kualitas intervensi.

Program padat karya, pelatihan keterampilan, penguatan UMKM, dan pemberdayaan petani serta nelayan menjadi langkah penting yang perlu digalakkan. Selain itu, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas dan merata sangat krusial untuk mencegah kemiskinan struktural yang menurun dari generasi ke generasi.

Tantangan di Perdesaan Masih Tinggi

Sebagian besar penduduk miskin di Aceh Utara berada di wilayah perdesaan. Akses terhadap infrastruktur dasar, seperti jalan, air bersih, dan listrik, masih belum merata. Ketergantungan pada sektor pertanian tradisional dan minimnya diversifikasi ekonomi menyebabkan penduduk desa lebih rentan terhadap gejolak ekonomi dan bencana alam.

Untuk itu, pembangunan infrastruktur dan inovasi ekonomi lokal di perdesaan perlu didorong lebih kuat oleh pemerintah daerah bersama sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil.

Pentingnya Data dalam Kebijakan Publik

BPS menekankan bahwa seluruh penghitungan angka kemiskinan di Indonesia, termasuk Aceh Utara, menggunakan pendekatan kebutuhan dasar. Survei dilakukan menggunakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Maret.

Dengan data yang akurat, kebijakan publik dapat dirancang lebih tepat sasaran. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci dalam menyusun program berbasis data dan kebutuhan riil di lapangan.

Turunnya angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara pada 2024 memang patut disyukuri. Namun, peningkatan dalam indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan menjadi alarm serius bahwa pengentasan kemiskinan tidak hanya soal angka, melainkan soal kualitas hidup dan kesetaraan ekonomi.

Untuk ke depan, Aceh Utara memerlukan strategi yang lebih inklusif, berbasis data, dan menyentuh akar persoalan. Program bantuan sosial perlu disertai pemberdayaan ekonomi, peningkatan pendidikan, serta perbaikan infrastruktur, terutama di wilayah pedesaan.

Hanya dengan langkah yang terarah dan terukur, masyarakat miskin bisa benar-benar keluar dari jeratan kemiskinan dan meraih kehidupan yang lebih sejahtera.(*) 


Editor: Syahrul Usman