PTPN IV Cot Girek Klarifikasi Isu Penyerobotan Lahan, Warga Klaim Miliki Sertifikat
Font Terkecil
Font Terbesar
![]() |
Manajer Kebun PTPN IV Regional 6 Cot Girek, Khairullah. Foto Syahrul Usman / pasesatu.com |
ACEH UTARA | PASESATU.COM – Manajemen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional 6 Cot Girek memberikan klarifikasi atas tudingan penyerobotan lahan milik warga di Kampung Tempel, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara. Pihak perusahaan menegaskan bahwa lahan yang dipersoalkan merupakan bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) yang telah lama dikelola dan tercatat secara sah dalam konsesi perusahaan.
Tudingan ini mencuat setelah seorang warga bernama Sumardi mengklaim bahwa lahan tersebut telah ia kuasai sejak tahun 1982. Namun, pihak PTPN IV membantah klaim tersebut.
“Pihak yang mengklaim menyebut pernah menanam sawit di pinggiran areal tersebut. Namun menurut data yang kami miliki, lahan itu merupakan bagian dari HGU dan telah dikelola sejak lama oleh perusahaan,” ujar Manajer Kebun PTPN IV Regional 6 Cot Girek, Khairullah, pada Sabtu (21/6/2025).
Khairullah mengungkapkan, baru-baru ini pihaknya menemukan adanya aktivitas penanaman sawit secara sepihak di area kosong yang berada di sekitar batas HGU. Aktivitas itu kemudian meluas hingga ke dalam areal konsesi.
Penanaman Sepihak, Perusahaan Ambil Langkah Persuasif
Asisten Kepala (Askep) PTPN IV Cot Girek, Agung, menyampaikan bahwa penanaman sawit oleh warga berlangsung secara bertahap selama dua bulan terakhir. Ia menilai tindakan tersebut tidak berizin dan telah melewati batas legal wilayah perusahaan.
“Sedikit demi sedikit mereka menanam di lahan yang belum kami tanami. Mungkin karena kami belum mengambil tindakan tegas, mereka mengira itu bukan masalah. Tapi jumlah tanaman terus bertambah, dan kami harus menyikapinya secara proporsional,” kata Agung.
Pihak PTPN IV telah melayangkan surat imbauan kepada yang bersangkutan agar secara sukarela membongkar tanaman sawit yang telah ditanam di atas lahan HGU. Perusahaan memberikan batas waktu tujuh hari sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
“Kami mengutamakan penyelesaian secara baik-baik. Tapi jika imbauan ini tidak diindahkan, kami siap mengambil langkah hukum atau administratif sesuai aturan,” tegas Khairullah.
Terkait dengan putusan kasasi Mahkamah Agung yang diklaim dimenangkan oleh Sumardi pada tahun 1995, Khairullah menyatakan bahwa pihaknya belum pernah menerima salinan resmi dari putusan tersebut.
Mediasi Pernah Diupayakan
Khairullah menambahkan, sengketa serupa pernah mencuat pada periode 2013–2014. Saat itu, pihak perusahaan telah mengajak warga yang bersangkutan untuk melakukan mediasi. Namun, ajakan tersebut tidak mendapat tanggapan konstruktif.
“Awalnya, karena hanya ada beberapa tanaman, kami tidak terlalu mempermasalahkan. Tapi kini jumlahnya meningkat signifikan, dan ini tidak bisa dibiarkan terus,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa meskipun lahan belum ditanami ulang, bukan berarti statusnya kosong dan bisa dikuasai secara sepihak.
“Belum dilakukannya penanaman ulang bukan berarti lahan itu kosong dan bebas dikuasai. Lahan itu tetap masuk dalam rencana pengelolaan jangka panjang perusahaan,” tegas Khairullah.
“Kalau memang ada dokumen hukum sah yang menyatakan itu lahan milik pribadi, kami akan menghormatinya. Tapi sejauh ini, belum ada bukti legal yang disampaikan ke kami,” pungkas Khairullah.
Sumardi Klaim Punya Sertifikat dan Putusan Kasasi
Di sisi lain, Sumardi (75) menyampaikan bahwa lahan yang ia klaim miliki seluas sekitar 10 hektare, dan telah bersertifikat sejak tahun 1985. Ia mengatakan saat ini masih menguasai 5 hektare, sementara 5 hektare lainnya dikuasai oleh PTPN IV.
“Saat ini lahan yang saya kuasai ada sekitar 5 hektar dan 5 hektar lagi masih dikuasai oleh PTPN IV,” ujarnya, pada Sabtu (21/06/2025).
Sumardi menyebut dirinya telah membawa perkara tersebut ke pengadilan sejak tahun 1992. Meski sempat kalah di Pengadilan Lhoksukon dan Banda Aceh, ia melanjutkan ke tingkat kasasi.
“Kemudian pada tahun 1992 saya membawa permasalahan tersebut ke pengadilan namun waktu tersebut baik di pengadilan Lhoksukon dan Banda Aceh kalah. Namun karena saya tidak terima maka perkara tersebut saya ajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan dalam putusan kasasi pada tahun 1995 tersebut saya dimenangkan dan diperintahkan pihak PTPN IV untuk mengukur ulang lahan mereka,” sebut Sumardi.
Terkait surat imbauan pembongkaran tanaman sawit dari perusahaan, Sumardi menolak menuruti imbauan tersebut.
“Terkait dengan permasalahan sekarang yang sudah diberikan himbauan kepada dirinya untuk mencabut tanaman sawit tersebut, dirinya mengakui tidak bakal melakukan pencabutan,” tegasnya.
Ia juga mengaku telah menerima undangan dari PTPN IV untuk datang ke kantor manajer pada hari Senin mendatang, namun menolak hadir.
“Selain itu dirinya mengakui telah menerima surat dari pihak PTPN IV terkait dengan penyelesaian masalah tersebut, di mana dirinya diundang ke kantor manajer pada hari Senin depan. Dirinya menegaskan bahwa dirinya tidak akan datang ke kantor manajer untuk duduk bersama, karena itu jelas lahan saya,” ujarnya.
Jika tanaman sawitnya dicabut secara paksa, Sumardi menyatakan akan menempuh jalur hukum.
“Selain itu dirinya menyampaikan apabila pihak PTPN IV mencabut secara paksa tanaman sawit tersebut, maka dirinya akan menempuh jalur hukum untuk mempertahankan haknya.” (*)
Editor: Syahrul Usman