Pertemuan Gubernur Aceh dan Sumut Terkait 4 Pulau Berjalan Singkat
ACEH | PASESATU.COM - Persoalan kepemilikan empat pulau di perbatasan Aceh Singkil dan Sumatera Utara kembali mencuat. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), sempat dijadwalkan bertemu dengan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, serta Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, di Pendopo Gubernur Aceh, Rabu pagi (04/06/2025). Namun pertemuan itu berlangsung singkat dan tak berjalan sesuai agenda awal.
Bobby Nasution tiba di lokasi sekitar pukul 09.30 WIB. Sementara Mualem diketahui sudah menunggu sejak pukul 08.00 WIB sesuai jadwal yang telah disepakati sebelumnya. Karena keterlambatan pihak tamu, Gubernur Aceh akhirnya berpamitan pada pukul 09.40 WIB untuk menjalankan kunjungan kerja ke wilayah Barat Selatan Aceh yang sudah diagendakan jauh hari.
Kunjungan Bobby ke Banda Aceh sebenarnya bertujuan untuk memperkuat komunikasi antardaerah mengenai status administratif empat pulau yang posisinya berada di perbatasan Aceh dan Sumut. Namun karena keterbatasan waktu, diskusi mendalam gagal dilakukan.
"Tadi saya bicara dengan Gubernur Aceh. Ketika pulau itu ada di Sumatera Utara atau nanti kembali ke Aceh, kita ingin sama-sama potensinya dikolaborasikan," ujar Bobby Nasution kepada awak media usai keluar dari Pendopo.
Isu status kepemilikan empat pulau ini bukan hal baru. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menjelaskan bahwa sempat terjadi kesalahan dalam konfirmasi koordinat wilayah pada tahun 2009. Namun pada 2018, Pemerintah Aceh sudah mengirim klarifikasi kepada Kementerian Dalam Negeri dan meminta fasilitasi penyelesaian sengketa wilayah.
“Dari dokumen yang ada, yang paling kuat adalah surat kesepakatan bersama tahun 1992 antara Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar, yang disaksikan langsung oleh Mendagri Rudini,” ungkap Syakir.
Ia menegaskan bahwa dalam dokumen tersebut, secara jelas keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Aceh.
Persoalan tapal batas semacam ini rawan menimbulkan ketegangan, baik antar pemerintah daerah maupun di kalangan masyarakat perbatasan. Oleh karena itu, penyelesaian administratif yang tegas dan berdasarkan hukum sangat penting agar tidak menimbulkan polemik berlarut.
Pemerintah Aceh berharap, Kemendagri dapat segera mengambil langkah konkret untuk memfasilitasi penyelesaian perbatasan tersebut, agar tak menimbulkan gejolak di kemudian hari.(*)