BERITA TERKINI

Cakra Donya: Kapal Perang Legendaris Kesultanan Aceh yang Ditakuti Armada Portugis

Ilustrasi
Ilustrasi kapal perang Aceh yang bikin Portugis ketar-ketir (Historical Archaeology)


Cakra Donya merupakan kapal perang legendaris milik Kesultanan Aceh yang berjaya pada abad ke-16 dan 17. Kapal ini begitu ditakuti oleh armada Portugis hingga mendapat julukan "Espanto del Mundo" atau "Teror Dunia", sebagaimana dicatat oleh sejarawan Spanyol, Manuel Faria y Sousa dalam karyanya Asia Portuguesa (1666-1675).

Kapal ini bukan hanya sekadar alat perang, tetapi juga lambang kekuatan maritim dan diplomasi Aceh di kancah internasional. Keberadaannya membuktikan bahwa Kesultanan Aceh pernah menjadi salah satu kekuatan bahari terbesar di Asia Tenggara.

Spesifikasi dan Kehebatan Kapal Cakra Donya

Dari berbagai catatan sejarah, Cakra Donya memiliki spesifikasi yang mengesankan, menjadikannya salah satu kapal perang paling canggih pada zamannya:

Panjang Kapal: Sekitar 100 meter atau 500 jengkal, menjadikannya salah satu kapal terbesar pada abad ke-16.

Jumlah Tiang Layar: Dilengkapi dengan tiga tiang layar, yang memungkinkan manuver gesit serta kecepatan tinggi di lautan.

Persenjataan: Dipersenjatai dengan 100 meriam yang terpasang di kedua sisi kapal, memberikan daya tembak luar biasa saat bertempur.

Kehebatan Cakra Donya tidak hanya terletak pada ukurannya yang megah, tetapi juga pada teknologi persenjataannya yang mampu menandingi kapal-kapal Eropa pada masa itu.

Peran Strategis dalam Pertahanan dan Diplomasi

Sebagai simbol kekuatan Kesultanan Aceh, Cakra Donya tidak hanya digunakan untuk perang, tetapi juga memainkan peran penting dalam:

  • Mempertahankan wilayah Aceh dari serangan bangsa asing, terutama Portugis yang berusaha menguasai Selat Malaka.
  • Mengamankan jalur perdagangan di perairan Nusantara, memastikan kestabilan ekonomi Kesultanan Aceh.
  • Menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan besar seperti Kesultanan Utsmaniyah (Turki) dan Dinasti Ming di Tiongkok.

Dengan kehadiran kapal perang yang tangguh ini, Aceh berhasil mempertahankan eksistensinya sebagai kekuatan maritim yang diperhitungkan di Asia Tenggara.

Lonceng Cakra Donya: Simbol Persahabatan dan Keberagaman

Selain terkenal sebagai kapal perang, nama Cakra Donya juga melekat pada sebuah lonceng bersejarah yang hingga kini masih dapat disaksikan di Museum Aceh.

Sejarah Lonceng Cakra Donya
Lonceng ini merupakan hadiah dari Kaisar Tiongkok kepada Kesultanan Samudera Pasai pada tahun 1409, sebagai simbol persahabatan antara kedua bangsa. Setelah Kesultanan Aceh menaklukkan Samudera Pasai pada tahun 1524, lonceng ini dibawa ke Aceh dan ditempatkan di atas kapal perang Cakra Donya sebagai lambang persatuan dan keberagaman budaya.

Kini, lonceng tersebut menjadi salah satu artefak sejarah paling berharga yang mengingatkan kita akan hubungan erat antara Nusantara dan Tiongkok di masa lalu.

Jejak Sejarah dan Pengaruh Kapal Cakra Donya

Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai nasib akhir Cakra Donya, pengaruhnya dalam sejarah maritim Indonesia tetap abadi. Kapal ini menjadi bukti nyata bahwa Kesultanan Aceh pernah menjadi kekuatan bahari yang mampu menandingi armada Eropa dengan teknologi dan strategi perangnya.

Kisah Cakra Donya memberikan inspirasi bagi generasi penerus tentang pentingnya inovasi, keberanian, dan diplomasi dalam membangun kejayaan suatu bangsa.

Kesimpulan

Cakra Donya bukan hanya sekadar kapal perang yang ditakuti oleh musuh, tetapi juga simbol keunggulan maritim, diplomasi internasional, serta persahabatan antarbangsa. Keberadaannya mengajarkan kita bahwa kejayaan tidak hanya dibangun dengan kekuatan militer, tetapi juga dengan kebijaksanaan dalam menjalin hubungan dengan dunia luar.

Sebagai bagian dari warisan sejarah Indonesia, Cakra Donya akan selalu dikenang sebagai lambang kejayaan Kesultanan Aceh di lautan Nusantara. 

Penulis : Zulmalik

DISCLAIMER | Artikel ini di rangkum dari berbagai sumber, apabila ada kekeliruan kami menerima kritikan yang bersifat meluruskan dan melampirkan data yang akurat, untuk dilakukan revisi