Banjir Aceh Utara Menelan 81 Korban Jiwa, Ribuan Rumah Rusak Parah
Font Terkecil
Font Terbesar
ACEH UTARA | PASESATU.COM — Banjir besar yang melanda Aceh Utara selama hampir sepekan terakhir meninggalkan kerusakan luas serta korban jiwa yang terus bertambah.
Hujan deras tanpa henti disertai jebolnya sejumlah tebing sungai mulai dari Krueng Pase di Samudera dan Nibong hingga Krueng Peutou, Krueng Langkahan, Krueng Keureuto, Krueng Nisam, Krueng Ajo, dan Krueng Sawang membuat seluruh kawasan terendah terendam lumpur dan arus air yang tak kunjung surut.
Hingga Senin sore, BPBD Aceh Utara mencatat 81 warga ditemukan meninggal. Sementara 90 orang lainnya masih hilang, diduga terseret arus atau tertimbun lumpur di wilayah yang hingga kini sulit dijangkau. Jumlah pengungsi melonjak menjadi 103.740 jiwa, tersebar di 852 titik pengungsian.
Kondisi di lapangan semakin rumit setelah jaringan listrik dan komunikasi di hampir seluruh wilayah Aceh Utara padam total. Warga maupun petugas kesulitan mengirim laporan keadaan darurat, sementara sejumlah lokasi tidak dapat diakses karena jalan rusak berat, jembatan putus, dan genangan tebal yang menutup seluruh badan jalan.
Kerusakan fisik pun terdata sangat besar. Sedikitnya 3.970 rumah hancur berat, 12.685 rusak sedang, dan 15.890 rusak ringan. Bila digabung dengan rumah yang terendam lumpur dan air, totalnya mencapai 38.586 unit. Sawah seluas 12.783 hektare serta 10.653 hektare tambak ikut tenggelam, meninggalkan lapisan lumpur tebal dan gagal panen yang diperkirakan berdampak panjang bagi ekonomi warga.
Infrastruktur umum juga tidak luput. Terdapat 57 titik tanggul jebol, 27 jembatan rusak, serta kerusakan pada 48 ruas jalan, sebagian besar dalam kondisi runtuh atau terputus. Dunia pendidikan pun terpukul, dengan 101 sekolah rusak, ratusan alat peraga dan laboratorium rusak, hingga puluhan ribu buku yang terendam.
Sejumlah kecamatan seperti Langkahan, Seunuddon, Baktiya, Baktiya Barat, Pirak Timur, Nisam Antara, Samudera, Lapang, dan Sawang masih terisolir total. Petugas membutuhkan perahu karet untuk menembus wilayah tersebut karena ketinggian air dan lumpur yang tidak memungkinkan kendaraan darat masuk.
Situasi ini membuat kebutuhan dasar warga air bersih, penerangan, layanan kesehatan, hingga akses komunikasi menjadi semakin mendesak. Pemulihan akan memakan waktu panjang, sementara pencarian korban hilang terus dilakukan di tengah kondisi medan yang berat.(*)
