16 Hari Pascabanjir, Warga Desa Sahraja Masih Bertahan dengan Bantuan 2,5 Kg Beras
Font Terkecil
Font Terbesar
ACEH TIMUR | PASESATU.COM — Sudah hampir dua pekan pascabanjir besar yang melanda Desa Sahraja, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, derita warga belum juga berakhir. Sejumlah dusun di desa tersebut nyaris rata dengan tanah, menyisakan sedikit rumah yang masih berdiri, sementara sebagian besar warga kehilangan tempat tinggal dan harta benda.
Pak Sabar, salah seorang warga Dusun Sahraja, mengungkapkan bahwa dari empat dusun yang ada di Desa Sahraja, hanya beberapa rumah yang masih selamat. Di Dusun Puring, tersisa sekitar lima rumah. Dusun Saragala hanya dua rumah, dan Dusun Sahraja juga dua rumah. Sementara Dusun HTI hingga kini belum dapat dipastikan kondisinya karena akses terputus total.
“Kalau di Dusun Sahraja, yang tinggal itu cuma masjid dan balai desa. Rumah warga hampir habis semua,” ujar Pak Sabar.
Meski tidak ada korban jiwa dalam bencana tersebut, kerugian materi sangat besar. Seluruh warga selamat, namun kehilangan rumah, kebun, dan sumber penghidupan.
Saat ini, posko pengungsian utama berada di SMP Negeri 4 Pante Bidari yang menampung warga Dusun Saragala, HTI, dan Puring. Namun warga Dusun Sahraja tidak seluruhnya bergabung ke posko tersebut karena keterbatasan kendaraan saat evakuasi. Akibatnya, mereka mengungsi di dua titik terpisah, yakni di Bukit Janing dan Bukit Lipat.
Banjir diketahui terjadi pada Rabu, 26 lalu. Namun hingga hari ke-16 pascabencana, bantuan yang diterima warga Dusun Sahraja masih sangat minim.
“Yang kami terima baru 2,5 kilogram beras per keluarga. Itu kami ambil di SMP 4 Pante Bidari atas arahan keuchik. Hanya beras, tidak ada lauk atau makanan lainnya,” kata Pak Sabar.
Ia menyebut memang ada tumpukan pakaian bantuan, namun warga lebih membutuhkan makanan. “Bukan kami tidak butuh baju, tapi yang paling kami butuhkan sekarang itu makanan,” tegasnya.
Bantuan non-pemerintah sempat datang dari sebuah yayasan sekitar 11 hari pascabanjir. Relawan tersebut berasal dari Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, yang menyalurkan bantuan secara swadaya dalam dua tahap. “Itu bukan dari pemerintah Aceh Timur, tapi kami sangat berterima kasih,” ujarnya.
Untuk mencari bantuan dan peralatan, Pak Sabar terpaksa berjalan kaki sejauh 15 kilometer dari Dusun Sahraja menuju Sejudo karena akses kendaraan tidak memungkinkan. Ia kemudian menuju wilayah Madat untuk meminta bantuan alat kepada salah satu anggota dewan.
Terkait perhatian wakil rakyat dan pemerintah daerah, Pak Sabar mengaku belum melihat langsung kehadiran mereka di lokasi terdampak.
“Sejauh yang saya lihat dan tahu, belum ada,” katanya.
Ia berharap pemerintah daerah, baik kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat, benar-benar memperhatikan kondisi Desa Sahraja.
“Kami sangat berharap akses jalan diperbaiki agar bisa dilalui, dan yang paling penting kami mohon diberikan tempat tinggal yang layak, meskipun sederhana,” pintanya.
Pak Sabar juga menyampaikan harapan agar Bupati Aceh Timur dapat turun langsung melihat kondisi warganya. “Kami lihat Bupati sangat aktif di media, kami acungi jempol. Tapi sampai hari ini kami belum berjumpa dan belum menerima bantuan dari beliau,” ungkapnya.
Dengan suara lirih, ia menutup dengan harapan sederhana: agar jeritan warga Desa Sahraja didengar dan tidak lagi terabaikan di tengah bencana yang telah merenggut segalanya, kecuali nyawa. (*)
