Translate

BERITA TERKINI

Aceh Perkusi 2025: Pentas Budaya Tradisi Pesisir Hidupkan Monumen Islam Samudera Pasai


ACEH UTARA | PASESATU.COM
– Monumen Islam Samudera Pasai, jejak peradaban Islam yang pernah gemilang di Nusantara dan Asia Tenggara, kembali bergema dengan dentuman perkusi tradisional Aceh. Melalui helatan budaya Aceh Perkusi 2025 bertajuk “Pentas Budaya Tradisi Pesisir di Monumen Islam Samudera Pasai, Aceh Utara”, tabuhan rapa’i, geundrang, serunee, hingga irama maritim menyatu dalam harmoni, menghadirkan nuansa sejarah dan identitas pesisir Aceh.

Gubernur Aceh, Mualem, membuka secara resmi acara budaya tersebut dengan penuh khidmat. Acara turut dihadiri tamu kehormatan dari Malaysia dan Thailand, jajaran kementerian terkait, anggota DPRA, Bupati beserta Forkopimda Aceh Utara, para bupati dan wali kota se-Aceh, pimpinan perguruan tinggi, perwakilan BUMN, BUMD, instansi vertikal, tokoh adat, tokoh agama, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.

Dalam sambutannya, Gubernur Aceh menekankan bahwa perayaan ini bukan sekadar pentas seni, melainkan momentum memperkuat identitas budaya dan mempererat persaudaraan. “Aceh Perkusi adalah ruang kebersamaan. Dari pesisir kita belajar, bahwa budaya adalah kompas yang menuntun generasi, sekaligus jembatan persaudaraan untuk membangun Aceh yang bermartabat,” ujarnya.

Pentas budaya ini mengusung semangat untuk merajut masa silam dengan masa depan, memadukan kearifan lokal dengan kreasi modern, sekaligus menghadirkan pesan bahwa warisan budaya tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga pedoman kehidupan.

Bagi masyarakat yang hadir, setiap dentuman perkusi tidak hanya terdengar sebagai nada, tetapi juga syair, doa, dan harapan. Getaran itu menyapa jiwa, seakan menghidupkan kembali denyut Samudera Pasai yang pernah menjadi pusat peradaban Islam di kawasan Asia Tenggara.

Aceh Perkusi 2025 pun menjadi penegas bahwa laut bagi masyarakat pesisir Aceh bukan sekadar garis pantai, melainkan garis kehidupan yang menyimpan sejarah, menyalakan semangat, dan mengikat persaudaraan tanpa batas.(*) 


Editor : Syahrul Usman