BERITA TERKINI

Bupati H Mirwan : Sejak Aceh Singkil Masih Bagian Aceh Selatan, Keempat Pulau Itu Memang Sudah Sah Milik Aceh


ACEH SELATAN | PASESATU.COM - Bupati Aceh Selatan, H Mirwan MS, menegaskan bahwa keempat pulau yang tengah disengketakan Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang memang sejak dahulu merupakan bagian dari Aceh.

“Sebenarnya persoalan perebutan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara ini sudah selesai sejak Aceh Singkil masih menjadi bagian Aceh Selatan. Pada tahun 1992 silam, saat itu Aceh Selatan dipimpin almarhum Bapak Sayed Mudhahar Ahmad. Kesepakatan yang memastikan bahwa keempat pulau itu merupakan bagian dari Aceh juga sudah ditandatangani langsung oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh, almarhum Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar, disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Rudini. Dengan demikian, masalah kepemilikan pulau-pulau tersebut seharusnya tidak diperdebatkan lagi karena sudah final sejak saat itu,” ungkap Mirwan, dalan keterangan tertulisnya pada Minggu (15/6/2025).

Bupati Aceh Selatan juga menerangkan bahwa peta yang dilampirkan pada kesepakatan 1992 tersebut dengan tegas menunjukkan bahwa Pulau Panjang, Pulau Lipan, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil merupakan bagian dari Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Kesepakatan tersebut bukan hanya catatan administratif, tetapi juga sebuah pengakuan formal mengenai batas kewilayahan masing-masing daerah.

Namun, masalah kemudian kembali mencuat saat diterbitkannya Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode Serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang diberlakukan pada 25 April 2025. Dalam keputusan tersebut, keempat pulau malah dialihkan ke Provinsi Sumatera Utara.

“Ini jelas sebuah kekhilafan yang dapat mengganggu hubungan harmonis antara Aceh dan Sumatera Utara. Apalagi bagi rakyat Aceh, keempat pulau itu merupakan hak, harga diri, dan marwah Aceh,” tegasnya.

Ketua Partai Gerindra Aceh Selatan itu juga menjabarkan, bukti historis dan legal mengenai kepemilikan pulau-pulau tersebut tampak jelas pada peta topografi TNI Angkatan Darat tahun 1978 yang diterbitkan Badan Topografi Angkatan Darat Republik Indonesia. Dalam peta resmi militer itu, keempat pulau diberi label sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Selain itu, dari aspek administratif dan infrastruktur juga tampak jelas bahwa kepemilikan pulau-pulau tersebut memang di bawah yurisdiksi Aceh. Dalam kesepakatan perbatasan tahun 1992, Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara juga turut disaksikan Menteri Dalam Negeri saat itu, dan Pemerintah Aceh juga sejak dahulu sudah membangun infrastruktur di pulau-pulau tersebut mulai dari dermaga, mushala, rumah singgah, hingga tugu perbatasan. Penduduk yang mengelola pulau-pulau tersebut juga merupakan penduduk Aceh, dibuktikan dengan kepemilikan KTP Aceh dan surat resmi dari Badan Pertanahan.

“Ini menandakan bahwa, berdasarkan fakta dan data yang ada, keempat pulau itu memang sudah menjadi milik Aceh sejak dahulu dan harus tetap dipertahankan oleh rakyat Aceh,” tegas alumni Magister Ilmu Politik Universitas Nasional (UNNAS) itu.

Lebih lanjut, Mirwan menyampaikan bahwa hikmah dari peristiwa tersebut adalah rakyat Aceh masih solid dan satu hati untuk menjaga marwah dan harga diri daerahnya. Ia juga berharap Pemerintah Pusat dapat mengambil keputusan yang bijaksana dengan mengakomodir suara rakyat.

“Alhamdulillah, Bapak Presiden Prabowo Subianto, dengan kebijaksanaannya, akan mengambil alih penyelesaian masalah empat pulau di Aceh. Kita berharap Bapak Presiden dapat mendengarkan suara hati rakyat Aceh dan membuat keputusan yang bijaksana, sehingga nanti akan menjadi catatan penting dan monumental dalam sejarah bangsa dan negara bahwa ada seorang pemimpin yang mampu menjaga kesatuan dan keadilan, tanpa memandang suku dan bahasa, demi kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia,” pungkasnya.(rilis) 


Editor: Syahrul Usman